Rabu, 02 Juli 2014

Upacara Pawiwahan Sadampati

Upacara Pawiwahan Sadampati mempunyai makna sebagai upacara kesaksian ke hadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dan juga kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri atau menikah sebagai suami-istri.

Upacara ini termasuk dalam upacara Yadnya, sementara yadnya bermakna upacara pengorbanan suci yang tulus ikhlas.

Upacara Pawiwahan Sadampati dilaksanakan dengan sangat sederhana dan biaya yang sedikit,  namun makna yang dikandung di dalamnya sangat tinggi, karena banten/sesajen upacara yang digunakan dalam upacara ini mengandung simbol-simbol yang lengkap. Perkataan Sadampati terdiri dari rangkaian kata-kata: sa-dampa-ti masing-masing kata berarti sebagai berikut: sa = satu; dampa = tempat duduk/ bangku; ti = orang. Keseluruhan berarti: orang-orang yang duduk bersama dalam satu bangku untuk menikah. Acuan upacara ini adalah lontar: Dharma Kauripan.
Upacara ini dalam Agama Hindu adalah perbuatan dharma, sedangkan rangkaian upacara ini merupakan pengesahan karena sudah melibatkan tiga kesaksian, yaitu:
  1. Bhuta saksi (upacara mabeakala)
  2. Dewa saksi (upacara natab banten pawiwahan, mapiuning di Sanggah pamerajan)
  3. Manusa saksi (dengan hadirnya anggota adat, birokrat, dan sanak keluarga/ undangan lainnya)
Banten/Sesajen yang digunakan adalah sebagai berikut:
  •  Beakala, simbol pensucian “sukla swanita” (calon jabang bayi) dan sebagai Bhuta saksi, yaitu bagian dari Trisaksi yakni: Bhuta, Dewa, dan Manusa Saksi.
  • Tegteg daksina peras ajuman masing-masing di Sanggar Surya untuk mohon kesaksian Bhatara Surya/ Siwa, di Lebuh untuk mohon kesaksian Bhatara Wisnu, dan di arepan Pandita untuk mohon pemuput.
  • Hulu banten berupa tegteg daksina peras ajuman di depan bale pawiwahan.
  • Dua buah pajegan yaitu pajegan buah-buahan diletakkan di sebelah kanan sebagai simbol pradana, dan pajegan bunga-bungaan disebelah kiri sebagai simbol purusha.
  • Taledan segi empat sebagai alas banten, simbol catur weda.
  • Dua buah tumpeng, yaitu merah simbol kama bang (wanita) dan tumpeng putih simbol kama petak (laki-laki).
  • Satu butir telur bebek rebus simbol calon janin diletakkan di tengah-tengah tumpeng dan ditancapi bunga warna merah dan putih.
  • Kalungan bunga merah putih simbol kekuatan ikatan perkawinan.
  • Segehan aperancak sebanyak 5 tanding masing-masing diletakkan dibawah sanggar surya, beakala, bale pawedaan, bale pawiwahan, dan di lebuh, sebagai haturan kepada bhuta kala.
  • Tegteg daksina peras ajuman di kamar tidur pengantin untuk mohon perlindungan kepada Bethara Semara-Ratih agar pengantin dilindungi dari mara bahaya dalam melaksanakan pawiwahan.
Untuk menghemat waktu, biaya transportasi, dan biaya konsumsi, pengantin yang masing-masing berjauhan rumahnya, dapat melaksanakan rangkaian upacara pawiwahan selesai dalam sehari dengan urutan sebagai berikut (setelah acara meminang):
  1. laki-laki menjemput wanita di rumahnya
  2. di rumah wanita kedua pengantin mabeakala
  3. mepamit di sanggah pamerajan wanita
  4. acara selanjutnya di rumah dan sanggah pamerajan laki-laki
Pelaksanaan Upacara diadakan di rumah mempelai wanita dan dipimpin oleh seorang pendeta, upacara di mulai dengan memercikan tirta, mareresik, dan melakukan doa, pemujaan dan permohonan  ke sanggar surya dan lebuh, kemudian pengantin mabeakala, lalu pengantin di kalungi bunga ,setelah itu pengantin menghadapi bale pawiwahan untuk mohon keselamatan dengan menghaturkan banten pawiwahan sadampati. Setelah berdoa mohon restu dan keselamatan, telur bebek yang di dalam banten dikupas dan diberikan kepada pengantin untuk dimakan, berlanjut pengantin melakukan mejaya-jaya, terus muspa, mabija, mawangsuh pada. Setelah itu Pendeta memberikan dharma wacana/wejangan dan petuah tentang susila pengantin kepada kedua mempelai.terakhir  Pendeta melakukan memuja, bersembahyang banten/sesajen yang ada di kamar tidur pengantin.(Stiti online. Bhagawan Dwija)
(Artikel dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar