1 Mebayuh yang bersifat reguler atau
berkelanjutan yang dilaksanakan setiap perubahan status, misalnya dari staus
anak - anak menjadi remaja, dari status remaja menjadi dewasa (menikah), dari
status dewasa menjadi orang tua, dan dari status menjadi orang tua menjadi
kakek atau nenek.
2. Mebayuh yang dilaksanakan karena kondisi tertentu, misalnya
kelainan jiwa, terkena kesakitan, sering menemui ala atau kecelakanaan dan hala
- hal yang bersifat marabahaya lainnya.
1. Menyatakan terima kasih kepada Sanghyang
Widhi karena roh diperkenankan lahir kembali (re-inkarnasi) menjadi manusia.
Kitab suci Sarasamuscaya VI.4 menyatakan : “Apan iking dadi wang, utama juga
ya, nimitaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara,
makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wang ika”. Terjemahannya :
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebab demikian,
karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati
berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat
menjelma menjadi manusia.
2. Dalam Lontar Wrhaspati Tattwa
disebutkan bahwa manusia mempunyai tiga “badan” : stula sarira, suksma sarira,
dan duta karana sarira. Setiap manusia wajib memelihara ketiga badan ini dengan
baik agar dapat mencapai mokshartam jagaditaya ca iti dharmah. Stula sarira
dipelihara dengan menjaga kesehatan dan vitalitas. Suksma sarira dipelihara
dengan melaksanakan upacara-upacara manusa-yadnya. Dan bila stula sarira dan
suksma sarira dalam kondisi “sehat” maka dengan sendirinya duta karana sarira
akan sehat pula. Salah satu upacara manusa-yadnya adalah otonan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar