Sindu : Halo Adik-adik, mau kemana ?
I Gst Md : Halo kak Sindu, kami mau ke rumah kakak.
Sindu : Kalau gitu, ayo mampir.
I Wyn : Trima kasih kak Sindu.
Sindu : Oh ya. Tumben kalian kemari. Ada apa ?
I Gst Md : Gini kak, kita mau tanya tentang topic yang agak riskan sih,
yaitu tentang Kasta, Warna dan Wangsa. Alasan kami menanyakan itu, agar
kami mengetahui sedikit sejarah, mana sebenarnya ajaran Weda yang
asli, dan mana yang berasal dari politik sejarah. Karena kami merasa
Hindu di Nusantara mulai bangkit. Jadi pertanyaan ini akan sering kami
dapatkan. Baik dari orang Hindu sendiri dan orang non Hindu. Adakah
sloka yang mempertegas tentang topic ini kakak ?
Sindu : CHATUR
VARNYAM MAYA SRISHTAM, GUNA KARMA VIBHAGASAH, TASYA KARTARAM API MAM,
VIDDHY AKARTARAM AVYAYAM artinya: catur warna adalah ciptaan-Ku, menurut
pembagian kualitas dan kerja, tetapi ketahuilah walaupun penciptanya,
Aku tidak berbuat dan mengubah diri-Ku. (Dalam Bhagavadgita percakapan
ke-IV sloka ke-13)
BRAHMANE BRAHMANAM, KSATRAYA, RAJANYAM, MARUDBHYO
VAISYAM, TAPASE SUDRAM artinya: Ya Tuhan Yang Maha Esa telah
menciptakan Brahmana untuk pengetahuan, para Ksatriya untuk
perlindungan, para Vaisya untuk perdagangan, dan para Sudra untuk
pekerjaan jasmaniah. (Yajurveda Sloka ke 30 )
I Wyn : Kami sudah
banyak membaca buku yang berkaitan dengan ini. Tapi tolong biar saya
bisa menjawab dengan tegas, kalau ada yang bertanya tentang kasta ke
saya. Saya kadang bingung menjawabnya.
I Gst Md ; Ya Bli kalau
topic ini masuk ke forum agak sering bikin perdebatan panjang,,,,he he
he,,,Saya sebenarnya sudah mengerti Kasta berarti sekat/pemisah/tembok
yang berasal dari bahasa Portugal dan tidak terdapat dalam Weda. Dan
dalam bahasa Sansekerta kasta berarti Kayu. Wangsa/Soroh/clan/ Marga
adalah hanya penanda seseorang berasal dari keturunan mana, agar mudah
mengingat nama leluhur berdasarkan budaya setempat . Warna adalah
pembagian manusia berdasarkan profesi/ keahlian yang mana merupakan
ajaran asli dari Weda.
Sindu : Sebenarnya Kakak Sindu udah
jelaskan kemarin kepada 2 teman Kakak beranama Slim dan Kris secara
singkat. Gak apalah topic ini diulang.
I Wyn : Bli…Kalau ada orang bertanya “ kastamu apa Yan ?”
Sindu : he he he…..sama aja mereka bertanya spt ini “ Kayumu apa Yan?”
karena kata kasta dalam Bahasa Sansekerta artinya Kayu. Jawab saja,
“maaf Pak, kami di Bali/ Hindu tidak mengenal istilah kasta. yang ada
adalah soroh/wangsa/ clan/marga . Kalau soroh/marga saya adalah Pasek/
Keturunan Pasek”. Kalau dia menanyakan pekerjaan, jawablah dulu dengan
sebutan yang ada dalam Catur Warna. “ Misalnya kamu kerja dimana ?” Adik
Wyn bisa menjawab “ menurut di Hindu, saya seorang Kesatriya pak
karena saya seorang prajurit TNI”.
I Gst Md : Saya juga sering ditanya “ Adik Gusti orang yang berkasta ?
Sindu : Jika Adik orang yang bener-bener mempelajari Weda dan
mengatakan diri orang Hindu sejati, Jangan biarkan ego menguasai kita
katakanlah “ maaf pak Kami di Hindu tidak mengenal istilah kasta. Saya
adalah keturunan Pre Gusti . Karena saya menjadi karyawan toko, saya
adalah seorang Sudra Varna. Kakak saya sendiri adalah Bosnya ia adalah
seorang Wesya Warna.”.
I Gst Md : Oh ya kak …itu menjelaskan
bahwa dalam satu keluarga/ adik-kakak saja sudah bisa berbeda Warna.
Kalau kita mengakui adanya kasta berarti gimana kak ?
Sindu : Kalau
kita mengakui adanya kasta, berarti kita menerima adanya sekat-sekat/
pemisah yang di buat oleh Bangsa lain terhadap diri kita. Kita berarti
menerima perbedaan yang dibuat oleh bangsa lain sebagai sekat-sekat yang
tinggi dan rendah. Berarti kita tetap terjajah secara idieologi.Ajaran
Tatwam Asi atau Vasudaiva Kutumbakam yang artinya kita semua adalah
bersaudara tidak akan bisa diterapkan. Dan paling parah, kita akan
melupakan kawitan kita yang tunggal yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bagaimana bisa diterapkan kalau sudah merasa tinggi-rendah ???
I Wyn : kalau seandainya semua umat sudah memahami kasta itu tidak ada, dimana menggunakan sor singgih bahasa tersebut ?
Sindu : Pada orang yang lebih tua, pada guru, pada orang suci, pada
pemerintah, dan orang yang tidak kita kenal dan di peparuman/ rapat.
I Gst Md : Oh ya kak, saya punya teman dari soroh Ida Bagus, ia mengatakan dirinya seorang Brahmana. Apa bener kak?
Sindu : Bagi kakak soroh Ida Bagus memang keturunan dari Warna Brahmana
namun apa yang digeluti leluhurnya dulu belum tentu itu juga yang
digeluti sekarang. Banyak soroh ida Bagus berkerja sebagai pegawai hotel
( Sudra Warna) atau di pemerintahan (Ksatriya Warna). Warnanya berubah,
tapi sorohnya tetap.
I wyn : Ada juga Bli tetangga saya, Pan Ketut kini keluarganya berubah menjadi I Dewa. Apakah itu boleh ?
Sindu : Kalau keyakinannya Pan Ketut adalah soroh/keturunan dari Pre
Dewa, ya silahkan. Tapi jangan pernah berfikir, ketika mendapatkan soroh
yang baru merasa diri lebih tinggi. he he he itu sama saja menganggap
diri anda beriman nanti masuk surga, dan yang lain adalah kafir masuk
neraka.
I Gst Md : Jadi apa yang harus saya lakukan biar bisa di hargai di masyarakat ?
Sindu : Jalankanlah selalu Tri Kaya Parisudha dan Profesionallah kalian
dalam menjalankan profesi masing-masing (Warna). Seorang Sudra yang
professional bisa jadi dia akan menduduki jabatan strategis di
perusahan ia bekerja, misalnya dengan menjadi manajer. Apabila menjadi
Brahmana, jadilah Brahmana yang bener-bener melayani umat bukan dengan
cara mengambil keuntungan dalam dunia spiritual. Kalau di Bali, yang
disebut dengan golongan Brahmana adalah yang sudah medwijati.
I Wyn : Berarti soroh Ida Bagus belum tentu Brahmana ya ?
Sindu : Ya belum tentu, tergantung profesinya. Dalam kitab Menawa
Dharmasastra Buku X Ayat 65 dikatakan “ Seorang Brahmana bisa berubah
statusnya menjadi Sudra , demikianpula seorang Sudra dapat berubah
setatusnya menjadi Brahmana”. Nah dari sini semua orang bisa maklum,
bahwa sesungguhnya manusia itu derajatnya sama. Hal ini menjelaskan
orang dari soroh manapun bisa menjadi seorang Brahmana. Kalau jaman
dulu, Politik para Brahmana yang ingin mempertahankan agar hanya
keturunannya saja menjadi seorang Brahmana, mereka membuat aturan yang
disebut dengan “ Tri Sadhaka”. Namun konsep sekarang yang dipergunakan
adalah “Sarwa Sadhaka”. Sebenarnya ada banyak nama Sulinggih selain
Pedanda antara lain ; Pandita, Pendeta, Resi, Bhagawan, Empu, Sengguhu,
Dukuh dll.
I Gst Md : Mohon dijelaskan sedikit aja Bli tentang kewajiban seorang Brahmana!
Sindu : Menurut Kitab Menawa Dharmasastra , yang paling utama adalah
mempelajari Weda dengan tekun kemudian kewajiban kedua adalah
mengajarkan Weda tersebut kepada seluruh masyarakat tanpa memandang
Wangsa dan Warna. Kewajiban yang ketiga adalah Melaksanakan upacara
Yadnya dengan tulus iklas tanpa pamrih. Dan masih banyak kewajiban
Brahmana lainnya. Para Brahmana yang di Bali kebanyakan di sibukan
dengan upacara dan upakara, sehingga terkadang melupakan tugasnya yang
lebih utama yaitu menyiarkan ajaran Weda.
I Wyn : Apakah hanya Brahmana saja yang boleh mempelajari Weda ?
Sindu : “Yajurveda XXVI.2 menyatakan bahwa hendaknya ajaran suci Veda
ini disampaikan kepada seluruh umat manusia, kepada Brahmana, Ksatria,
Vaisya, Sudra bahkan kepada orang asing sekalipun. Hal ini menjelaskan
semua orang berhak mempelajari Weda”. Ketika ada informasi bahwa hanya
golongan tertentu saja yang boleh mempelajari, berarti itu adalah
politik dynasti untuk mempertahankan kedudukan.
I Gst Md : oke Bli,,,kalau gitu, saya siap menjadi Duta Dharma. Akan saya siarkan Weda ini keseluruh penjuru dunia.
Sindu : Oke bagus itu, tapi jangan lupa, Hindu bukan agama MLM yang
menjanjikan kepada umatnya kalau bisa merekrut akan mendapatkan point
surga. Mengajak orang memahami Hindu bukan bertujuan untuk merekrut tapi
lebih kepada ajakan untuk menyadari kesadaran akan Tuhan yang Universal
/ Tuhan milik seluruh umat manusia dan menyadari Bahwa Hindu memiliki
toleransi yang tinggi akan keyakinan-keyakinan lain.
Semoga Bermanfaat....
Sumber : Robert Kusuma - BANGKITNYA HINDU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar