Untuk memahami secara jelas siapa sebenarnya Ida Brahmana Wayan Petung Gading, perlu kiranya digunakan metoda yang mempertimbangkan sumber, sifat dan karakter Babad pada umumnya.
Dalam
hal ini tentunya terikat pada sumber informasi/babad/prasasti yang ada
dan menjadi bagian dari kehidupan prati sentananya. Yakni Prasasti Dalem
Kembar Wijiling Watu, yang berada di Grya Satrya, Denpasar dan Prasasti
Dalem Kembar Wijiling Watu milik Bp. Gde Arka di Belayu. Juga tidak
kalah pentingnya adalah mengambil informasi pembanding dari Babad-babad
lain seperti;
Purana
Pura Pucak Kembar, Pacung, Baturiti (milik Bp. Kt. Sudharsana, Br.
Basang Tamiang, Kapal) kemudian juga Purana Pura Pucak Batu Kuwub (milik
Bp. I Gst. Kt. Putra, Br. Umadiwang, Belayu), Prasasti Pura Sada Kapal
(milik Bp. I Kt. Sudharsana, Br. Basang Tamiang, Kapal) , Babad Dalem
Ireng (milik Bp. I Kt. Sudharsana, Br. Basang Tamiang, Kapal) yang telah
terkumpul. Selain beberapa prasasti/purana/babad yang tertuang di atas,
sebetulnya masih banyak lagi sumber prasasti/purana/babad yang
mengisahkan kebesaran ceritera tentang Dalem Kembar. Namun oleh karena
keaslian sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka
bahan-bahan tersebut hanya digunakan sebagai pelengkap. Diantaranya;
salinan prasasti Dalem Kembar, Dalem Putih Dalem Ireng versi Bp. Drs. I
Kt. Rania, Jembrana.
Berdasarkan uraian Pasametonan di atas sebagaimana terulas dalam Pabancangah Puri Keramas, telah jelas tersiratkan bahwa “Penerima” dari kedatangan rombongan Pengungsian keluarga I Gusti Agung Pt Agung ke Jimbaran adalah Ida Brahmana Wayan Petung Gading. Ida Brahmana Wayan Petung Gading sebagai penguasa Jimbaran.
Berdasarkan
Prasasti yang ada di Grya Satrya (salinan Gde Nym. Pen, Br. Umadiwang
Belayu) dan sesuai dengan Prasasti yang ada di Blayu, kemudian
diperbandingkan dengan yang ada pada Babad/prasasti/purana lain, dapat
diketahui bahwa Ida Brahmana Wayan Petung Gading adalah putra dari Dalem
Petak Jingga. Sedangkan Dalem Petak Jingga adalah keturunan dari Dalem
Putih Jimbaran.
Ida
Brahmana Wayan Petung Gading dalam pemuatan tulisan prasasti tersebut
di atas, di tuliskan sebagai generasi terbawah. Sehingga dapat
diperkirakan bahwa penulisan Prasasti Penguger yang ada di Grya Satrya
adalah pada fase Ida Brahmana Wayan Petung Gading. Ida Brahmana Wayan
Petung Gading disebutkan pula sebagai putra angkat yang berasal dari
kalangan Brahmana dari Jawa. Putrinya bernama I Dewa Ayu Mas Jimbaran
dinikahkan dengan I Gusti Agung Putu Agung (I Gusti Agung Maruti II).
Dengan pertimbangan pemikiran sederhana, diperkirakan
usia Ida Brahmana Wayan Petung Gading pada level orang tua I Gusti
Agung Putu Agung, yakni I Gusti Agung Maruti yang telah meninggal
sebagai ksatria di Cedokan Oga. (lihat diagram silsilah)
Yang
mesti mendapat catatan dalam kisah pengorbanan Ida Brahmana Wayan
Petung Gading terhadap I Gusti Agung Putu Agung/I Gst. Agung Maruti II
adalah pada 3 (tiga) aspek pokok, yakni;
- Aspek Pura.
o Konsekwensi dari pasametonan yang mengharuskan di rombaknya pura hulun penyiwian Kawitan sebelum kedatangan I
Gusti Agung Putu Agung dengan setelah direnovasinya menjadi 2 rong.
Rong sebelah Selatan untuk sepenerus keturunan Ida Brahmana Wayan Petung
Gading, sedangkan Rong Utara untuk sapenerus keturunan Kerajaan Mengwi.
o Penyerahan
pengurusan beberapa pura lain seperti Pura Dalem Balangan dan Pura
Dalem Konco, Pura Dalem Setra, Pura Ulun Siwi, Pura Padukuhan termasuk
Pengelolaan Pamerajan. Demikian pula hak yang mengimbangi kewajibannya,
dalam bentuk pelaba yang ada. Semuanya terbagi, sebagai wujud
kebersamaan/keluarga.
o Pura Prasidha di Kuta tempat moksahnya Ida Dalem Petak berada di wilayah kekuasaan Jro Ksatrya Dalem, Kuta.
o Pura
Parerepan Ida I Dewa Ayu Mas Jimbaran, penyungsungnya hingga kini hanya
keturunan paperasan Ida, keterlibatan kelompok keluarga yang lain belum
terbuka.
- Aspek Puri.
o Terkurung
oleh bagian keluarga pendatang, bahkan dalam jumlah yang lebih dominan.
Akhirnya berdampak kepada situasi ketidaksetaraan komunikasi.
o Terbatasnya
kesempatan untuk pengembangan perluasan pembangunan sebagaimana
pembagian lahan, membuka peluang keturunan lain tidak berminat lagi
untuk tinggal di dalam Puri.
o Kondisi kemampuan menurunkan keturunan yang terbatas, menjadikan tatanan silsilah dalam Puri menjadi rancu.
o Begitu
besar pengorbanan yang di serahkan oleh Ida Bhrahmana Wayan Petung
Gading kepada I Gusti Agung Putu Agung dan rombongannya. Tindakan ini
membuktikan secara tegas, bahwa kadar kejiwaan Ida Brahmana Wayan Petung
Gading yang di sebutkan sebagai seorang Brahmana. Ia yang bersikap
bijak, welas asih dan teguh menjalankan Dharma. Brahmana yang
sesungguhnya!
Sebagaimana
terungkap dalam penjelasan pada kisah kepergian I Gusti Agung Putu
Agung dari Jimbaran ke Kapal dan akhirnya kembali lagi ke Jimbaran,
tidak pernah termuatkan tentang certitera istri dan anaknya I Gusti Gd
Jimbaran di daerah Lumintang, di wilayah pemberian dari penguasa Badung
(Arya Tegeh Kori). Namun dalam kenyataannya kini kita temukan Pura
Penyungsungan Dewa Ayu Mas Jimbaran, yang diempon oleh putra paperasan
Ida. Juga keturunan dari I Gusti Gd Jimbaran ternyata ada di tempat lain
yaitu di Penebel, Tabanan. Ini mengindikasikan bahwa putri dari Ida
Brahmana Wayan Petung Gading, yakni I Dewa Ayu Mas Jimbaran, kembali
lagi ke Jimbaran (mulih Daha). Status hak mulih Daha adalah sah sebagai
bahagian dari keluarga keturunan Ida Brahmana Wayan Petung Gading.
o Mempertimbangkan
akan kewajiban seorang wanita di Bali yang cenderung paham secara detil
pelaksanaan yadnya yang dilakukan di dalam keluarga asalnya, maka dapat
diperkirakan keputusan Ida I Dewa Ayu Mas Jimbaran kembali ke Jimbaran
yaitu juga bermaksud untuk mendukung tetap ajegnya tatanan sebagaimana
tata atur yang sejak ditetapkan oleh Ida Dalem Putih Jimbaran.
o Untuk
mendukung keinginannya itu Ida I Dewa Ayu Mas Jimbaran mengangkat putra
paperasan dari trah asli pendukung kerajaan Jimbaran sebelum kedatangan
I Gusti Agung Putu Agung yakni trah; Pasek Kemoning, Gel-gel, Pempatan dan
Arya Pinatih dalam mengemban tugas-tugas yang dititahkan Ida I Dewa Ayu
Mas Jimbaran, untuk merawat tatanan yadnya di wilayah Jimbaran
sebagaimana yang digariskan oleh Ida Dalem Putih Jimbaran.
Aspek Purana.
o Dengan adanya keputusan untuk menerima rombongan pelarian I Gusti Agung Putu Agung ke wawengkon Jimbaran, muncullah
Bhisama Raja Bali I Dewa Agung Jambe. Tindak lanjut dari Bhisama
seorang Raja Bali kala itu, tentulah harus diikuti oleh siapapun juga.
Akhirnya sebagai langkah lanjutan dari adanya Bhisama tersebut,
dibuatlah prasasti/Babad Dalem Kembar Wijiling Watu sebagai lelintihan
baru untuk sepenerus keturunannya. Dengan gaya bahasa sastra yang
menakjubkan, dan dengan pendekatan-pendekatan yang tidak menyimpang dari
pakem yang telah ada, selanjutnya dipergunakan oleh pratisentananya
sebagai identitas keluarga. Prasasti ini pula sebagai bahan dasar
penjelasan dalam pemahaman pengetahuan tentang asal-usul mereka.
Kewajiban perubahan Aspek Purana ini pula seolah menjadi titik tolak
trah baru yang berhulu di Jimbaran. Penulisannya pun tentu telah
mempertimbangkan masalah keamanan dari penerus keturunannya. Artinya,
atas kejadian kedatangan rombongan I Gusti Agung Putu Agung tersebut,
menjadikan Ida Brahmana Wayan Petung Gading mengubah, menyembunyikan,
dan hal-hal lain yang dipandang perlu sebagai ceritera purana/prasasti
yang wajib di miliki oleh setiap keturunan. Dalam penulisan prasasti
tersebut hal-hal yang berintikan kewajiban mutlak sebagaimana yang telah
beliau warisi tetap tergariskan dalam prasasti. Oleh sebab itulah
Prasasti Grya Satrya tetap menegaskan dengan menyatakan pantangan kepada seluruh keturunan Ida Dalem Putih Jimbaran untuk;
§ Memakan daging /menyakiti hewan kidang
§ Memakan embung/menistakan bambu petung gading.
o Penekanan
dalam alur cerita Prasasti Dalem Kembar Wijiling Watu di Grya Satrya
dan Belayu maupun babad-babad lainnya dengan tegas menyatakan bahwa Ida
Brahmana Wayan Petung Gading adalah penerus keturunan dari Ida Dalem
Putih Jimbaran. Sedangkan penjelasan yang
didapat tentang siapa yang dimaksud dan dimana pula keturunan Ida Dalem
Ireng, hanya dimuat sekilas. Namun dengan penegasan sedemikian rupa,
memudahkan kita untuk memahami kesujatian Ida Dalem Putih Jimbaran,
tidak dengan cara memilih salah satu diantara ke duanya.
o Adanya
tulisan tentang Prasasti Dalem Kembar Wijiling Watu dengan penekanan
“Grya Satrya”, adalah prasasti sah milik trah Ida Dalem Putih Jimbaran
yang sedari awalnya tersimpan di gedong pamerajan sebelah selatan di
Puri Pesalakan, Jimbaran. Namun oleh karena situasi komunikasi antara
keluarga yang ada di Puri Pesalakan dengan keluarga penyungsung Pura
Dewa Ayu Mas Jimbaran di Jimbaran mengalami hambatan, maka terjadilah
suatu kejadian yang mengakibatkan dipindahkannya isi prasasti yang
terbuat dari bahan “slaka” terdiri dari 9 lembar tersebut ke Grya Satrya
kembali. Semenjak kejadian tersebut hingga kini isi prasasti tersebut
tetap ada dan terawat secara baik oleh pengemponnya putra paperasan Ida I
Dewa Ayu Mas Jimbarn yaitu; trah Pasek Kemoning, Pempatan, Gelgel dan
Arya Pinatih. Terhadap Prasasti ini telah pula dilakukan pembacaan, dan
penyalinan. Beberapa kali diantaranya diprakarsai oleh keluarga dari
Belayu. Sedangkan kotak asli pesimpen prasasti tersebut masih berada di
Merajan Rumah Pesalakan yang sebelah Selatan.
Sumber : http://pratisentanadalempetakjimbaran.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar