Babad ini menceritakan awal ekspedisi Majapahit ke Bali yang
dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan Arya Damar (Adityawarman). Dalam babad
ini disebutkan ada kisah dizaman dahulu, sekitar tahun saka 1250-1256 ada
keturunan raja yang tinggal di Kerajaan Kahuripan menurunkan enam anak
laki-laki. Putra sulung bernama Rahaden Cakradara ( suami Raja Putri Majapahit
III yang bergelar Jaya Wisnu Wardani atau Ratu Bra Kahuripan ), adik-adiknya
secara berturutan bernama Sirarya Dhamar, Sirarya Kenceng, Sirarya Kuta Wandira
( Kuta Waringin ), Sirarya Sentong dan yang bungsu Sirarya Belog ( Tan Wikan ).
Pada tahun 1342, pasukan perang Kerajaan Majapahit yang
dipimpin oleh Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi, dibantu oleh Wakil
Panglima Perang yang bernama Arya Damar, serta beberapa Perwira / Ksatria
menyerang Kerajaan Bedulu di Bali. Masing-masing ksatria ini memimpin
pasukannya menyerang. Dikisahkan, Gajah Mada menyerang dari arah Timur,
diiringi oleh patih keturunan Mpu Witadarma mendarat di Toya Anyar ( Tianyar ),
Arya Damar bersama Arya Sentong dan Arya Kuta Waringin mendarat di Ularan menyerang
Bali dari arah Utara, Arya Kenceng bersama Arya Belog, Arya Pengalasan dan Arya
Kanuruhan menyerang dari arah Selatan, mendarat di Bangsul menuju Kuta .
Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara
Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah
bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit
melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri. Arya Damar kembali
ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan. Pemerintah pusat yang saat
itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh
musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk
menebus kesalahannya. Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang
bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar
menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya
berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan. Seluruh Pulau
Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang
selama tujuh bulan.[2] Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya
Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog.
Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang.
Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan
Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.( Sumber :
http://id.rodovid.org/wk/Orang:331778 ).
Diceritakan setelah Bali berhasil
ditaklukan, sebelum Patih Gajah Mada meninggalkan pulau Bali, semua Arya
dikumpulkan, diberikan ceramah tentang pengaturan pemerintahan, ilmu
kepemimpinan sampai pada ilmu politik. tujuan utamanya ialah tetap
mempersatukan pulau Bali dan dapat dipertahankan sebagai daerah kekuasaan
Majapahit. Setelah semua dirasa cukup, semua Arya diberikan daerah kekuasaan
yang menyebar diseluruh Bali. Sirarya Kenceng diberikan kekuasaan didaerah
Tabanan dengan rakyat sebanyak 40.000 orang, Sirarya Kuta Waringin bertahan di
Gegel dengan rakyat sebanyak 5.000 orang, Sirarya Sentong berkedudukan di
Pacung dengan rakyat sebanyak 10.000 orang dan Sirarya Belog ( Tan Wikan )
diberikan kerdudukan di Kabakaba dengan jumlah rakyat sebanyak 5.000 orang.
Sirarya Dhamar diajak kembali ke Majapahit, kelak dia diangkat menjadi Adipati
Palembang.[3] Salah satu keturunan dari Raja Tabanan, kemudian mendirikan
kerajaan Badung ( Denpasar ) yang terkenal dengan Perang Puputan Badung melawan
kolonial Belanda. Babad ini juga menceritakan kejadian-kejadian penting dan
suksesi Raja-Raja
Tabanan.
Silsilah Raja Tabanan
Adwaya Brahman Shri Tinuheng Pura ( Dia yang di hormati di
Singasari & Majapahit ) beristrikan Dara Jingga ( Sira Alaki Dewa / dia
yang bersuami seorang Dewa ), berputra :
Raden Cakradara
(suami Tribhuwana Tungga Dewi)
Arya Damar /
Adityawarman Raja Palembang
Arya Kenceng
Arya Kuta Wandira
Arya Sentong
Arya Belog
Kembali diceritakan lagi, tentang para ksatria enam
bersaudara itu, bagaimana keadaannya ?. Yang sulung bernama Raden Cakradara,
alangkah tampan dan sempurna wajahnya, tinggi ilmunya, cerdas dan bijaksana,
bajik prilakunya, banyak pengetahuannya, pemberani dan mahir dalam pertempuran.
Di dalam sayembara dia terpilih untuk dijadikan suami oleh sang raja putri Bra
Wilwatikta ( raja Majapahit ) yang ketiga. Setelah menikah dia bergelar Sri
Kerta Wardana.
Adapun yang kedua banyak nama dia, Sirarya Damar, Arya Teja,
Raden Dilah, Kyayi Nala. Demikian jumlah namanya. Jabatannya 'Dyaksa',
perintahnya selalu ditaati, bagaikan singa keberanian dia.
Yang ketiga bernama Sirarya Kenceng, terkenal tentang
keganasannya, keberaniannya ibarat harimau.
Yang keempat Sirarya Kuta Waringin. Yang kelima Sirarya
Sentong, serta yang keenam Sirarya Belog, semuanya itu pandai bersilat lidah,
bagaikan kelompok gandara prilaku mereka. Kelima para arya itu menjadi pejabat
penting ( bahudanda ) mengabdikan diri dibawah Sri Maha Rajadewi Wilatikta (
Majapahit )[5]
Betara Arya Kenceng berkuasa di daerah Tabanan, beristana di
sebuah desa bernama Pucangan atau Buwahan di sebelah selatan Baleagung. Batas
daerah kekuasaan dia : sebelah timur sungai Panahan, sebelah barat sungai
Sapwan, sebelah utara Gunung Beratan atau Batukaru dan sebelah selatan
daerah-daerah di utara desa Sanda, Kurambitan, Blungbang, Tangguntiti dan
Bajra, sama-sama daerah kekuasaan Kabakaba, mulai tahun 1343. Adapun dia Batara
Arya Kenceng menikah dengan seorang keturunan brahmana di Ketepengreges,
wilayah Majapahit, sang putri tiga bersaudara. Yang tertua menikah dengan Dalem
Sri Kresna Kepakisan, Yang ketiga (anom) menikah dengan Arya Sentong dan yang
kedua (penengah) menikah dengan Batara Arya Kenceng.
Arya Kenceng, Raja Tabanan I
Kerajaannya di Pucangan / Buahan Tabanan.
Dari permaisurinya keturunan Brahmana dari Ketepeng Reges
lahir 2 orang putra :
1. Sri Megada Prabu / Dewa Raka ( Tidak berminat dengan
keduniawian, membangun pesraman di Kubon Tingguh ), Dia mengangkat 5 orang anak
asuh ( Putra Upon-Upon ) :
1. Ki Bendesa Beng
2. Ki Guliang di
Rejasa
3. Ki Telabah di
Tuakilang
4. Ki Bendesa di
Tajen
5. Ki Tegehen di
Buahan
2. Sri Megada Nata / Dewa Made / Arya Yasan
Dari istri yang lain, seorang putri Bendesa Mas di Desa
Tegeh Tabanan, lahir 2 orang putra :
1. Kiyai Tegeh ( Arya Kenceng Tegeh Kori bukan Kuri ).
Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di
Tabanan( bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, menurut babad
versi Benculuk Tegeh Kori / http://bali.stitidharma.org/babad-arya-tegeh-kuri/
), Dia membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung ( Tegal ) dengan
nama Puri Tegeh Kori ( sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal ),dialah yang
mengangkat Kyai Pucangan ( Kyai Notor wandira yang notabenanya putra dari Sri
Megada Natha ) menjadi putra ketiga dia dengan nama Kyai Nyoman Tegeh yang
kemudian menurunkan kerajaan Badung seperti : Puri Pemecutan ,Puri Kesiman,
Puri jambe , Puri Denpasar . Karena ada konflik di intern keluarga maka dia
meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan
dengan nama "Mrajan Mayun " yang sama dengan nama mrajan sewaktu di
Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat "Pagerwesi". Dari sana para
putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya ( keturunannya ) berada di
Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani(
Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan , Jro Penarungan di Sumerta , Jro
Batubelig di Kuta. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh ( Arya Kenceng Tegeh
Kori ) tidak pernah membuat istana di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja
apalagi sampai membangun mrajan Kawitan di Tonja. Di Puri Tegeh Kori dia
berkuasa sampai generasi ke empat.[7]
Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV adalah :
1. Kyai Anglurah
Putu Agung Tegeh Kori ( setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal
Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu ( Tamu dari Tegal ). Dia
berputra :
1. I Gusti
Putu GelGel. Magenah ring ( bertempat tinggal di ) : Jro Gelgel di Mengwitani
Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
2. I Gusti
Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig ,Batubelig dan Cemagi
3. I Gusti
Ketut Mas. Magenah ring Klusa
4. Kyai
Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas( Lukluk Badung), Pacung ( Abian
semal ) dan Dencarik ( Buleleng )
5. I Gusti
Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
6. I Gusti
Putu Sulang. Magenah ring Sulang
7. I Gusti
Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
8. I Gusti
Mesataan. Magenah ring Sidemen
9. I Gusti
Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
10. I Gusti
Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
11. I Gusti
Gede Tegeh. Magenah ring Plasa ( Kuta )
12. I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring
Abian Timbul
13. I Gusti
Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta
2. Kyai Anglurah
Made Tegeh
3. Kyai Ayu Mimba
/ Kyai Ayu Tegeh ( Dia yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi )
2. Nyai Luh Tegeh
Sri Magada Nata / Arya Yasan / Sirarya Ngurah Tabanan I,
Raja Tabanan II
Dia diutus oleh Dalem ( Raja Bali ) ke Majapahit untuk
menyelidiki terhentinya komunikasi dengan Dalem. Setelah sampai di Majapahit,
dia sangat terkejut, menyaksikan keadaan kerajaan yang kacau balau, karena
pengaruh Agama Islam mulai masuk. Dia kembali ke Pucangan ( Bali ), setelah
sampai di Pucangan, dia sangat kecewa, karena adik perempuannya yang bernama
Nyai Luh Tegeh Kori dikawinkan dengan Kiayi Asak dari Kapal oleh Dalem, tanpa
sepengetahuan dan persetujuan dia. Karena sangat kecewa dia meletakan jabatan
dan sebagai raja diserahkan pada putranya Sirarya Ngurah Langwang. Selanjutnya
dia menjalani kehidupan rohani di Kubon Tingguh dan kawin lagi dengan putri
dari Ki Bendesa Pucangan, yang kemudian melahirkan putra laki-laki yang bernama
Ki Gusti Ketut Pucangan atau Sirarya Notor Wandira, yang mana selanjutnya
Sirarya Notor Wandira yang kemudian di peras oleh pamannya sendiri yaitu Kyai
Tegeh ( Arya Kenceng Tegeh Kori yang berpuri di tegal badung dengan nama Puri
tegeh kori bukan Benculuk Tegeh Kori ) dan berubah nama menjadi Kyai Nyoman
Tegeh menjadi Raja Badung dan menurunkan pratisentana ( keturunan ) Arya
Kenceng di Badung seperti :Puri Pemecutan,Puri kesiman <dsb ,dan yang paling
terakhir adalah Puri Denpasar
Sri Megada Nata mempunyai putera :
1. Arya Ngurah Langwang
2. Ki Gusti Made Utara ( menurunkan Keluarga Besar Jero
Subamya )
3. Ki Gusti Nyoman Pascima (Menurunkan Keluarga Besar Jero
Pameregan)
4. Ki Gusti Ketut Wetaning Pangkung ( Menurunkan Pragusti
Lod Rurung, Kesimpar & Srampingan )
5. Ki Gusti Samping Boni ( Menurunkan Pragusti Ersania,
Kyayi Nengah & Kyayi Titih )
6. Ki Gusti Nyoman Batan Ancak ( Menurunkan Pragusti Ancak
& Angligan )
7. Ki Gusti Ketut Lebah
8. Ki Gusti Ketut Bendesa / Sirarya Ketut Pucangan/ Sirarya
Notor Wandira ( Selanjutnya menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng
di Badung / Denpasar ).
Diceritakan Kyahi Ketut Bendesa atau Kyahi Wuruju Pucangan
setiap malam dia tidak tidur dirumah, melainkan dirumah-rumah penduduk. Pada
suatu malam seorang penduduk melihat api dan setelah didekati ternyata hilang,
dan yang terlihat ternyata Si Arya Ketut Pucangan. Orang mengetahui bahwa Si
Arya Ketut sangat sakti. Dia disuruh memotong pohon beringin yang tumbuh
diwilayah Kerajaan dan dia naik sampai kepuncak dan memotong pohon itu sampai
bersih. Dia dengan enaknya duduk diatas puncak, lalu diperintahkan untuk turun
oleh Raja. Setelah peristiwa itu lalu diberi nama Sang Arya Ketut Notor
Wandira, dan Raja memberinya sebuah keris yang yang bernama I Ceklet. Setelah
dewasa Arya Notor Wandira mengambil istri dari desa Buwahan dan berputra 2
orang yaitu :
1. Kyahi Gde Raka
2. Kyahi Gde Rai
Setelah Arya Notor Wandira mempunyai 2 orang putra, dia
ingin mendapatkan kesucian dan wibawa, lalu pergi ke Gunung Giri di Beratan
yang bernama Watukaru. Setelah berapa waktu lalu mendapat wangsit yang
memerintahkan agar pergi ke Gunung Batur meminta berkah kepada Batari Danu.
Sambil menunggu hari baik, dia berjalan-jalan sampai di desa Tambyak dan
tiba-tiba bertemu dengan seorang anak kecil hitam kulitnya, gigi putih, muncul
dari pecahan batu di Pura Tambyak, kemudian diajak pulang dan diberi nama Ki
Tambyak Tudelaga. Tudelaga adalah namanya yang pertama. Setelah hari baik, Sang
Arya disertai oleh Ki Tambyak pergi menuju Selagiri. Kepergiannya nyasar sampai
ke Pura Panrajon. Disana dia semadi memuja Dewa, dan muncullah Sanghyang
Panrajon dan berkata agar melanjutkan perjalanan ke Batur. Setelah membatalkan
semadinya disertai oleh Ki Tambyak berangkatlah dia ke Selagiri dan segera
melakukan yoga semadi tanpa cacat. Kemudian muncullah Bhetari Danu dan bersabda
bahwa Bhetari akan memenuhi kehendaknya asal mau menjunjungnya melintasi danau
dan Sang Arya tidak menoleh dan dengan hati teguh memenuhi perintahnya.
Ditengah Danau Bhetari menyampaikan sesuatu dan berkata bahwa engkau akan
mendapatkan kebahagiaan dalam pemerintahan, dan engkau hendaknya pergi ke
negara Badung menemui Sang Anglurah Tegeh Kori. Setelah itu dia pulang ke
Buwahan. Setelah berapa lama dia lalu pergi kedaerah Badung diikuti oleh
istrinya dan Ki Tambyak dan bermalam dirumah Buyut Lumintang. Besoknya melanjutkan
perjalanan disertai oleh Ki Buyut kedaerah Tegal dan masuk ke Istana Kyahi
Anglurah Tegeh Kori dan mengadakan pembicaraan.
Arya Ngurah Langwang / Arya Nangun Graha / Sirarya Ngurah
Tabanan II, Raja III
Memindahkan Kerajaan Dan Batur Kawitan Di Pucangan Ke
Tabanan
Dia menggantikan Ayahnya ( Sri Megada Nata ) menjadi Raja
Tabanan, yang kemudian mendapat perintah Dalem agar memindahkan Purinya (
Kerajaannya ) di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan
secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam
kegiatan inspeksi. Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, …dimana ada
asap mengepul, agar disanalah membangun Puri. Setelah melakukan pengamatan dari
Kebon Tingguh terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian dia
menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang
terletak di dalam areal Pedukuhan yaiti Dukuh Sakti, yang sekarang lokasi sumur
tersebut berada di dalam Pura Puser Tasik Tabanan. Kemudian disitulah dia membangun
Puri, setelah selesai dipindahlah Puri / Kerajaannya beserta Pura Batur Kawitan
Betara Arya Kenceng ( lihat denah ).
Oleh karena asap terus mengepul dari sumur tersebut seperti
tabunan, sehingga puri dia diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian
pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan kerajaannya disebut
Puri Singasana dan dia disebut Sang Nateng Singasana. Dari saat itulah dia
bergelar Sirarya Ngurah Tabanan atau juga Ida Betara Nangun Graha. Disebelah
Timur Puri, dibangun pesanggrahan khusus untuk Dalem, apabila melakukan
inspeksi ke Tabanan dan disebut Puri Dalem. Pada saat itu juga, Dalem memberikan
seorang Bagawanta Brahmana Keniten dari Kamasan, yang kemudian ditempatkan di
Pasekan ( Griya Pasekan sekarang ).
Denah Puri Agung Tabanan 1900
Pada waktu dia pindah dari Pucangan ke Tabanan diiringi oleh
saudara-saudaranya yaitu :
1. Ki Gusti Made
Utara
2. Ki Gusti Nyoman
Pascima dan
3. Ki Gusti
Wetaning Pangkung.
Sedangkan saudaranya tiga orang lagi yaitu :
1. Ki Gusti Nengah
Samping Boni
2. Ki Gusti Nyoman
Batan Ancak dan
3. Ki Gusti Ketut
Lebah
disuruh pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping
Ki Gusti Ketut Pucangan / Sirarya Notor Wandira yang telah menetap di Bandana (
Badung ). Selanjutnya cucu dari Ki Gusti Samping Boni bernama Ki Gusti Putu
Samping, besrta adik-adiknya yaitu : Kiayi Titih, Kiayi Ersani, Kiayi Nengah
dan Kiayi Den Ayung mereka kembali ke Tabanan, karena tidak memproleh kedudukan
di Badung, diperkirakan sebagai pengiring I Gusti Ayu Pemedetan ( putrid dari
Sirarya Notor Wandira ).
Semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya (
Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung)
dan seketurunannya berpura kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan (
Puri Agung Tabanan ) Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan,
selanjutnya diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di
Buahan.
Arya Ngurah Langwang berputra :
1. Ki Gusti Ngurah
Tabanan / Sang Nateng Singasana
2. Ki Gusti Lod
Carik (menurunkan Para Gusti Lod Carik)
3. Ki Gusti Dangin
Pasar ( Menurunkan Pragusti Suna, Munang, Batur )
4. Ki Gusti Dangin
Margi ( Menurunkan Ki Gusti Blambangan, Ki Gusti Jong, Ki Gusti Mangrawos di
Kesiut Kawan, Gusti Mangpagla di Timpag. Semuanya itu disebut Gusti Dangin ).
Sang Natheng Singasana / Ki Gusti Ngurah Tabanan / Prabu
Winalwan / Sirarya Ngurah Tabanan III / Ida Bhatara Makules, Raja IV & VII.
Arya Ngurah Tabanan diminta bantuan oleh Sang Nata Sukasada
( Gegel ) untuk menyerang negara Sasak yang diperintah oleh Kebo Mundur atau
Parsua. Dengan keris Kalawong dan tombak Ki Baru Sakti dia berhasil menaklukan
Sasak. Sejak permaisuri dia meninggal dunia, dia sangat sedih dan sakit keras,
lalu pemerintahan diserahkan kepada kedua anaknya. Sang Nata yang bergelar
Prabu Winalwan lalu bertapa di Gunung Batukaru bagian Selatan, disebelah Timur
dari Kahyangan Wongaya, pesraman tersebut dinamai Tegal Jero. Sesuai petunjuk
Betara dia lalu tinggal di Wanasari pada keluarga Pedanda Ketut Jambe, dimana
saat itu adik Pedanda yang tinggal di Buruan Ida Gede Nyuling tidak setuju dia
tinggal disana, sehingga dia bersumpah tidak akan nunas tirta seketurunannya
pada Ida Gede Nyuling. Setelah beberapa lama akhirnya dia sembuh dari
penyakitnya, kulitnya mengelupas dan ditanam di dekat rumah, lalu didirikan
pedarman bernama Batur Wanasari, sejak itu Sang Prabu bergelar Betara Mekules.
Pedanda Ketut Nabe ditetapkan sebagai Bagawanta. Juga setelah sembuh dia
kembali ke Puri Singasana Tabanan.
Stana / Pelinggih Ida Betara Mekules berada di Pura Batur
Wanasari di Wanasari Tabanan. Hari Piodalannya / Petoyannya pada Anggarkasih
Dukut ( Selasa Kliwon Dukut ). Dia berputra :
1. Ki Gusti Wayan Pamedekan
2. Ki Gusti Made Pamedekan
3. Ki Gusti Bola, Raja Tabanan ke X, Menurunkan Ki Gusti
Tembuku
4. Ki Gusti Made, Menurunkan Para Gusti Punahan
5. Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero
Wongaya Tabanan)
6. Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh
Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
7. Ki Gusti Kajanan, Menurunkan Para Gusti: 1. Kajanan, 2.
Ombak dan 3. Pringga
8. Ki Gusti Brengos (Sira Arya Branjingan/Sira Arya Sakti
Abiantimbul), dengan memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan)
Menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring Jero Gede, Jero
Semawang Intaran Sanur, Jero Gulingan Intaran Sanur, Jero Abian Timbul Intaran
Sanur )
Ki Gusti Brengos (
Sira Arya Branjingan / Sira Arya Sakti Abian Timbul memperistri Ni Gusti Ayu
Batan Ancak melinggih ring Puri Ancak Tabanan Dia berputra :
1. Gusti Ayu Putu
Pikandel Aswami ring Ida Pedande Gde Ngenjung ( Gria Gede Sanur )
2. I Gusti Gede
Pemecutan Jehem ( Anglurah Sakti Abian Timbul ). Dia mempunyai putra :
1. I Gusti
Gede Pemecutan Jereng, berputra :
- 1. I Gst Putu
Sungkrang dan 2. I Gst Putu Swara melinggih ring ( Jro Agung Semawang Intaran
Sanur )
2. I Gusti
Pemecutan Nyapnyap
3. I Gusti Rai
Tamblang
4. I Gusti
Meregan Ampel
5. I Gusti Gde
Kesiman Benger
6. I Gst Gede
Raka Jenger
7. I Gst Gde
Kaler Dongdang
8. I Gst Gede
Rurung Gerih
9. Gst Gede
Pande Cengeb
10. I Gusti
Ketut Branjingan
11. I Gusti
Gede Branjingan
9. Ni Gusti Luh Kukuh
10. Ni Gusti Luh Kukub
11. Ni Gusti Tanjung
12. Ni Gusti Luh Tangkas
13. Ni Gusti Luh Ketut
Ki Gusti Wayahan Pamadekan / Kyai Wayahan Pamadekan /
Sirarya Ngurah Tabanan IV, Raja V (?-1647)
Anglurah Tabanan dan adiknya Aglurah Made Pemadekan,
diperintahkan oleh Dalem Sukasada menyerang Pulau Jawa. Dalam peperangan
tentara Bali kalah, Anglurah Tabanan ditawan dan dijadikan menantu oleh Sultan
Mataram, kemudian berputra Raden Tumenggung.
Ki Gusti Wayahan Pamedekan berputra :
1. Ki Gusti Nengah
Malkangin
2 & 3. 2 ( Dua
) Wanita tidak disebutkan namanya
4. Raden
Tumenggung ( Putra yang lahir di Mataram )
Ki Gusti Made Pamadekan / Kyai Made Pamadekan / Sirarya
Ngurah Tabanan V, Raja VI (1647-1650)
Oleh kakaknya ( Ki Gusti Wayahan Pamedekan ) disuruh kembali
ke Bali untuk menggantikannya sebagai raja. Anglurah Made Pamedekan lari
dikejar tentara Jawa, bersembunyi disebuah gua, ada seekor burung titiran yang
bersuara dapat menyelamatkannya, sehingga bisa selamat sampai kembali di Puri
Singasana Tabanan. Sejak saat itu Beliu bersumpah dan juga agar keturunan dia
kelak tidak memelihara, membunuh burung titiran
Berputra :
1. Arya Ngurah
Tabanan
2. Kyayi Made
Dalang
3. Ni Gusti Luh
Tabanan
Sang Nateng Singasana, Raja VII (1650-?)
( Kembali naik tahta karena Ki Gusti Made Pamedekan wafat
dan putra mahkota masih belum dewasa ).
Sirarya Ngurah Tabanan VI / Bhatara Nisweng Panida / Putra
Sulung Kyai Made Pamadekan, Raja VIII
Saat pemerintahaan dia, anaknya Ki Gusti Wayahan Pamedekan
yang tertua, yang bernama Ki Gusti Nengah Mal Kangin ingin berkuasa, lalu
mencari siasat agar Sang Nata pergi ke Dalam Sukasada. Dalam perjalanan pulang
dia dicegat dan dibunuh oleh Ki Gusti Nengah Mal Kangin di Desa Penida. Sejak
itu dia Arya Ngurah Tabanan bergelar Betara Nisweng Penida
Berputra :
1. Ni Gusti Luh
Kepaon
2. Ni Gusti Ayu
Rai
3. Ki Gusti Alit
Dawuh
Ki Gusti Nengah Mal Kangin Dan Ki Gusti Made Dalang Raja IX
Ki Gusti Made Dalang ( putra Ki Gusti Made Pamedekan )
berkedudukan di Puri Agung Tabanan sebagai Raja Singasana dengan wilayah
kekuasaannya di Sebelah Barat Sungai Dikis.
Ki Gusti Nengah Malkangin ( putra Ki Gusti Wayahan Pamedekan
) berkedudukan di Puri Malkangin dengan wilayah kekuasaan di Sebelah Timur
Sungai Dikis.
Ki Gusti Made Dalang meninggal tanpa keturunan, sehingga
seluruh wilayah Tabanan dapat dipersatukan oleh Ki Gusti Nengah Malkangin
menjadi kekuasaannya. Ki Gusti Nengah Malkangin setelah menjadi Raja Singasana,
dia selalu ingin membinasakan putra mahkota yang bernama Ki Gusti Alit Dawuh (
putra Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida ). Dengan bantuan Ki Gusti
Agung Badeng penguasa Kapal yang beristrikan Ni Gusti Luh Tabanan putra dari Ki
Gusti Made Pamedekan, saudara perempuan Sirarya Ngurah Tabanan ( Betara Nisweng
Pedida ). Putra Mahkota Ki Gusti Alit Dawuh menyerang Ki Gusti Nengah Malkangin
dan dalam pertempuran ini Ki Gusti Nengah Malkangin beserta seluruh keluarganya
dibunuh oleh Ki Gusti Agung Badeng, hanya seorang putranya yang bernama Ki
Gusti Perot tidak dibunuh karena cacad / perot, selanjutnya menurunkan para
Gusti Kamasan. Oleh karena Putra Mahkota Ki Gusti Alit Dawuh masih sangat muda
dipandang belum mampu memegang pemerintahan, sehingga Ki Gusti Agung Badeng
berkenan bermukim sementara di Puri Malkangin untuk mengasuh / mempersiapkan
putra mahkota menjadi raja. Sementara diangkatlah Ki Gusti Bola sebagai Raja
Singasana.
Ki Gusti Bola, Raja X
Berkedudukan di Mal Kangin. Setelah Ki Gusti Bola ( putra
dari Ki Gusti Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan ) menduduki tahta Singasana, dia
tetap bersikap tidak adil dan menyimpan rasa dendam pada putra mahkota Ki Gusti
Alit Dawuh, yang pada akhirnya setelah Ki Gusti Alit Dawuh sudah dianggap
dewasa untuk memegang pemerintahan, atas nasihat Ki Gusti Agung Badeng disarankan
untuk merebut kekuasaan Ki Gusti Bola. Dalam peperangan Ki Gusti Alit Dawuh
dapat mengalahkan Ki Gusti Bola, dimana Ki Gusti Bola tewas ditombak dengan
tombak pusaka yang bernama Ki Sandang Lawe.
Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Magada Sakti, Raja XI (1700)
Dinobatkan menjadi raja bergelar Sri Megada Sakti, dan
negara makmur sejahtera. Dia juga memutuskan hubungan dengan Dalem, mengingat
berkaitan dengan peristiwa Betara Nisweng Penida.
Setelah Sri Megada Sakti mantap kekuasaannya, maka ingin
membalaskan dendam terhadap wilayah Penida, lalu diserang dan dapat ditaklukan,
sehingga semua kekuasaan daerah Penida masuk Kerajaan Tabanan, seperti :
Pandak, Kekeran, Nyitdah, Kediri dan lainnya. Di Kabakaba lalu memerintah Prabu
Alit, oleh karena masih muda, timbul pembangkangan dari pengikutnya. Prabu Alit
melapor kepada Sri Megada Sakti, lalu dia menertibkan dan menaklukan desa-desa
yang membrontak. Itulah sebabnya daerah negara Tabanan semakin meluas dari
lembah Sungai Sungi hingga ke Timur Sungai Pulukan dan sepanjang pantai Selatan.
Saat pemerintahaan dia, Tabanan diserang oleh Ki Gusti Panji
Sakti yang berkuasa di Den Bukit ( Kerajaan Buleleng ). Mereka menyerang ke
Wongaya dan merusak Pura Kahyangan Wongaya. Adanya penyerangan tersebut, di
Tabanan gempar, kentongan di Bale Agung yang bernama Ki Tan Kober dibunyikan
dan rakyat Tabanan bersiap untuk menyerang musuh di Wongaya. Dengan pertolongan
Dewata maka keluarlah tawon yang sangat berbisa yang jumlahnya sangat banyak,
menyerang pasukan Pasukan Ki Panji Sakti, sehingga mereka lari terbirit-birit.
Ki Panji Sakti sadar, bahwa dia telah mendapatkan kutukan Dewata, karena
merusak Pura Wongaya, lalu mengirim utusan utusan ke Tabanan menyatakan maaf
atas kesalahannya dan berjanji akan berlaku bersahabat. Dan puteri Sang Nata
yang bernama Gusti Luh Abian Tubuh diperistri oleh putera Ki Panji Sakti yang
bernama Ki Gusti Padang
Dia berputra :
1. Putra Sulung (
tidak disebutkan namanya )
2. Ki Gusti Made
Dawuh / Ida Cokorda Dawuh Pala
2. Ki Gusti Nyoman
Telabah
3. Kyayi Jegu
4. Kyayi Kerasan
5. Kyayi Oka
Pada waktu pemerintahan Ki Gusti Alit Dawuh ( Sri Megada
Sakti ), di Bandana / Badung, keturunan dari Ki Gusti Nyoman Batan Ancak yang
bernama Ki Gusti Nyoman Kelod Kawuh tidak memperoleh kedudukan di Badung, mereka
kembali lagi ke Tabanan, kemudian oleh Raja Sri Megada Sakti dititahkan
bermukim di Desa Pandak sebagai penguasa daerah pantai batas kerajaan.
Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade / Ida
Cokorda Mur Pamade / Ida Cokorda Tabanan, Raja XII
Setelah Sri Megada Sakti mangkat, sebagai raja Tabanan
digantikan oleh putera sulungnya yang bergelar Ida Cokorda Tabanan. Cokorda
Tabanan lama dia belum mempunyai putera, karenanya dia memutuskan dan berjanji
: “ Kalau lahir seorang putera, walau dari istri Sudra, maka dialah kelak akan
menggantikannya “. Selanjutnya yang pertama hamil adalah istri dia yang bernama
Mekel Sekar dan akhirnya melahirkan seorang putera yang diberi nama Ki Gusti
Ngurah Sekar. Selanjutnya yang kedua hamil pada istri dia yang Prami dan lahir
juga seorang putera diberi nama Ki Gusti Ngurah Gede. Setelah Sang Prabu
mangkat, sesuai janjinya maka yang naik tahta adalah Ki Gusti Ngurah Sekar
dengan gelar Cokorda Sekar / Prabu Singasana Tabanan.
Dia berputra :
1. Ki Gusti Ngurah
Sekar
2. Ki Gusti Ngurah
Gede Banjar ( Menjadi Angrurah di Kerambitan, menurunkan Puri-Puri / Jero-Jero
dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan )
3. Ki Gusti Ngurah
Made Dawuh ( Cokorda Dawuh Pala )
4. Ki Gusti Sari (
Bermukim di Wanasari )
5. Ki Gusti Pandak
( Bermukim di Pandak )
6. Ki Gusti
Pucangan ( Bermukim di Buwahan )
7. Ki Gusti Rejasa
( bermukin di Rejasa )
8. Ki Gusti Bongan
( Bermukim di Bongan Kawuh )
9. Ki Gusti
Sangian ( Bermukim di Banjar Ambengan )
10. Ki Gusti Den (
Bermukim di Banjar Ambengan )
Ida Cokorda Sekar / Ki Gusti Ngurah Sekar, Raja XIII (1734)
Ki Gusti Ngurah Sekar menggantikan Cokorda Ngurah Tabanan
sebagai Raja Tabanan bergelar Ida Cokorda Sekar.
Adik dia Ki Gusti Ngurah Gede meninggalkan istana, karena
tidak puas dengan kedudukannya, lalu tinggal dirumah seorang brahmana di
Banjar. Setelah dibujuk dia baru mau kembali ke Tabanan dengan syarat diberikan
kekuasaan sama seperti kakaknya, Cokorda Sekar setuju, maka Ki Gusti Ngurah
Gede dibikinkan Puri di Kerambitan yang sama seperti Puri Singasana Tabanan dan
sebagian wilayah kerajaan dan rakyatnya diserahkan kepada Ki Gusti Ngurah Gede.
Setelah dinobatkan dia bergelar Cokorda Gede Banjar, selanjutnya dia menurunkan
para arya di Kerambitan. Kedudukannya adalah sebagi Raja Kedua, mereka
memerintah bersama-sama dan tak mengalami halangan apapun.
Dia berputra :
1. Ki Gusti Ngurah
Gede
2. Ki Gusti Ngurah
Made Rai ( Membangun Puri Kaleran, Kembali masuk Puri Agung setelah Raja XIV
Wafat )
3. Ki Gusti Ngurah
Rai (Membangun puri di Penebel, Menurunkan Ki Gusti Ngurah Ubung & Jero
Kerambitan / Kekeran di Kerambitan ). Keturunan Ki Gusti Ngurah Ubung musnah di
bunuh dalam perang dengan Ki Gusti Ngurah Agung.
4. Ki Gusti Ngurah
Anom. Putra sulungnya bernama Ki Gusti Mas dan mediksa bergelar Ki Gusti Wirya
Nala ( Membangun Puri Mas di sebelah Utara Puri Singasana, seluruh keturunannya
musnah di bunuh oleh Ki Gusti Ngurah Rai Penebel )
Ki Gusti Ngurah Gede / Cokorda Gede, Raja XIV
berputra :
1. Ki Gusti Nengah
Timpag
2. KI Gusti
Sambyahan
3. Ki Gusti Ketut
Celuk
Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai, Raja XV
(?-1793)
berputra :
1. Ki Gusti Ngurah
Agung Gede (Seda sebelum Mabiseka Ratu)
2. Ki Gusti Ngurah
Nyoman Panji (Seda Sebelum Mebiseka Ratu), berputra :
1. Ki Gusti
Ngurah Agung
2. Ki Gusti
Ngurah Demung
3. Ki Gusti
Ngurah Celuk (Membangun Puri Kediri Tabanan)
3. Kyayi Buruan
4. Kyayi Tegeh
5. Kyayi Beng
(Menurunkan Jero Gede Beng, Jero Beng Kawan & Jero Putu)
6. Kyayi Perean
(menurunkan Jero Gede Oka, Jero Gede Kompyang)
Kiyayi Buruan, Raja XVI
Putra dari Ki Gusti Ngurah Made Rai. Dalam pemerintahannya
yang didampingi oleh Kiyayi Beng selalu memendam iri hati dan kekwatiran akan
kebesaran dan pengaruh Cokorda Rai Penebel beserta putranya Ki Gusti Ngurah
Ubung di Penebel, akhirnya Kiyayi Buruan Menyerang Cokorda Rai di Penebel, akan
tetapi Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng beserta laskarnya dikalahkan oleh laskar
Penebel. Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng bertahan diistananya di Tabanan,
akhirnya pasukan Penebel dibawah pimpinan Ki Gusti Ngurah Ubung menyerang
Tabanan dan Kiyayi Buruan dan Kiyayi Beng terbunuh beserta seluruh keluarganya.
Sedangkan Kiyayi Beng mempunyai istri yang sedang mengandung dan kebetulan
berada dirumah orang tuanya di desa Suda akhirnya melahirkan anak laki-laki
yang bernama I Gusti Wayahan Beng yang selanjutnya menurunkan Jero Beng, Jero
Beng Kawan dan Jero Putu di Tabanan.
Ki Gusti Ngurah Rai/ Cokorda Rai Penebel, Raja XVII
(1793-1820)
Berputera Ki Gusti Ngurah Ubung.
Ki Gusti Ngurah Ubung, Raja XVIII (1820)
Dia adalah putra Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Penebel. Ki
Gusti Ngurah Ubung sebagai raja Singasana berkedudukan di Puri Agung Tabanan,
setelah kalah dalam pertempuran di pesiatan ( Pesiapan ) dengan laskar Ki Gusti
Ngurah Agung ( putra Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji ), kemudian Ki Gusti Ngurah
Ubung lari dan bertahan di Puri Penebel dan akhirnya Ki Gusti Ngurah Agung
Masuk ke Puri Agung Tabanan sebagai Raja Tabanan. Setelah beberapa tahun
berperang, akhirnya raja Ki Gusti Ngurah Agung dibantu oleh raja Mengwi
menyerang Ki Gusti Ngurah Ubung di Penebel dan Ki Gusti Ngurah Ubung tewas
dalam peperangan di Desa Sesandan.
Ki Gusti Ngurah Agung / Cokorda Tabanan, Raja XIX
(1820-1844)
Dia adalah putra Ki Gusti Ngurah Panji. Berputra :
1. Sirarya Ngurah
Agung
2. Ki Gusti Ngurah
Gede Banjar ( Membangun Puri Anom, menetap di Saren Kangin )
3. Ki Gusti Ngurah
Nyoman ( Membangun Puri Anom, menetap di Saren Kawuh / Saren Tengah sekarang )
4. Ki Gusti Ngurah
Rai ( Diangkat sebagai Putra oleh Ki Gusti Ngurah Demung di Puri Kaleran )
5. Sirarya Ngurah
( Diangkat sbg Putra oleh Ki Gusti Ngurah Demung di Puri Kaleran )
6. Ki Gusti Ngurah
Made Penarukan ( Membangun Puri Anyar Tabanan )
Sirarya Ngurah Agung Tabanan / Sirarya Ngurah Tabanan (
Betara Cokorda / Betara Ngaluhur ), Raja XX (1844-1903)
Berputra :
1. Sirarya Ngurah
Gede Marga, lahir dari permaisuri dari Marga, bertempat tinggal di Puri
Denpasar (sebelah utara Jero Beng).
2. Ki Gusti Ngurah
Putu, lahir dari Ni Mekel Karang dari Antosari, bertempat tinggal di Puri
Mecutan. Berputra :
1. I Gusti
Ngurah Wayan
2. I Gusti
Ngurah Made
3. I Gusti
Ngurah Ketut
4. Sagung
Nyoman
5. Sagung Rai
6. Sagung
Ketut
3. Sirarya Ngurah
Rai Perang, yang lahir dari Ni Gusti Ayu dari Lod Rurung ( Membangun Puri Dangin
)
4. Ki Gusti Ngurah
Made Batan ( Puri Dangin )
5. Ki Gusti Ngurah
Nyoman Pangkung ( Puri Dangin )
6. Sirarya Ngurah
Agung, tetap tinggal di istana, yang lahir dari permaisuri pendamping (Ni
Sagung Made Sekar) ( Seda sebelum Mabiseka Ratu )
7. Ki Gusti Ngurah
Gede Mas, lahir dari Ni Mekel Kaler dari Pagending
8. Sirarya Ngurah
Alit, yang lahir dari Gusti Luh Senapahan ( Seda sebelum Mabiseka Ratu )
9. Sagung Istri
Ngurah, lahir dari permaisuri pendamping Raja (Ni Sagung Made Sekar)
10. Ni Sagung Ayu
Gede, lahir dari Ni Gusti Ayu Lod Rurung
11. Ni Sagung Wah,
lahir dari istri yang berasal dari banjar Ambengan ( terkenal memimpin
Bebalikan Wangaya, perang melawan Belanda )
12. Ni Sagung Rai
atau Ni Dewa Ketu
13. Ni Sagung
Wayahan Kandel
14. Ni Sagung
Nyoman Ponjen
15. Ni Sagung Made
Kembar
16. Ni Sagung Putu
Galuh
17. Ni Sagung
Ketut Putri
Sirarya Ngurah Rai Perang / I Ratu Puri Dangin,(abhiseka: I
Gusti Ngurah Agung) Raja XXI (Tahun 1903 - 1906)
Dia dari Puri Dangin Tabanan, kembali masuk ke Puri
Singasana setelah semua Putra mahkota wafat, merupakan Raja Tabanan ke XXI
berkuasa dari tahun 1903 s/d 1906. Ida I Gusti Ngurah Rai Perang tewas muput
raga (menusuk diri sendiri) di Denpasar pada tahun 1906 karena tidak mau tunduk
kepada Belanda, Putra mahkota Raja Tabanan Ki Gusti Ngurah Gede Pegeg, juga
ikut mengakhiri dirinya bersama ayah dia. Sehingga hanya tersisa 2 dua orang
Putri Raja dari permaisuri yakni Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu, yang kemudian
keduanya pindah dan menetap di Puri Anom Tabanan, karena Puri Agung Singasana
Tabanan dibakar habis oleh Belanda. Sagung Ayu Oka kemudian menikah dengan
Cramer seorang Klerk Kontrolir Belanda, dan Sagung Ayu Putu menikah dengan Ki
Gusti Ngurah Anom, di Puri Anom Tabanan.
Putra Putri Dia dari permaisuri yang ikut masuk ke Puri
Agung :
1. Ki Gusti
Ngurah Gede Pegeg (Turut Muput Raga di Badung th 1906) tidak berketurunan
2. Sagung Ayu
Putu (Pindah ke Puri Anom ) menikah dengan Ki Gusti Ngurah Anom di Puri Anom
Tabanan. Menurunkan keturunan di Puri Anom Saren Taman atau sekarang disebut
Puri Anom Saren kauh. Sagung Ayu Putu menikah dengan I Gusti Ngurah Anom
mempunyai 3 orang keturunan,
1. Sagung
Gede (alm,tidak menikah)
2. Sagung Wah (alm,tidak menikah)
3. I Gst
Ngr Gede Subagja (alm,menikah dengan Sagung Putra) melahirkan
1. I
Gusti Ngurah Agung (Alm, menikah dgn R R D G Kartika Rini) melahirkan
1.A A Sg Ratna Kartika
2.A A Ngr Panji Astika
3.
A A Sg Lely Lestari
4.
A A Ngr Panji Astika
2. I
Gusti Ngurah Bagus Danendra
3. A A
Sagung Mirah Widyawati(menikah dengan I Gst Ngr Bagus Grya Negara)
3. Sagung Ayu
Oka (Menikah dengan Mr.Arthur Mauritz Cramer, Klerk kontrolir Belanda)dan
memiliki 4 orang anak:
1.
Elizabeth(alm-Balanda) memiliki 2 orang anak.
2. Johan
Wilhem Cramer(alm-Sukabumi) memiliki 8 orang anak. Meninggal 1981 di Sukabumi.
3. Jan
August Cramer(alm-Belanda) memiliki 6 orang anak. (nama Trijntje Aleid Maria,
Ary Maurits Arthur, Johan Balthasar Arthur, Arthur Maurits Jan, Jan August dan
Trudy Trijntje Maria). Semua tinggal di tanah belanda, weesp
(amj.cramer@chello.nl)
4. Baldi
Cramer(alm-Sulawesi Selatan).
Keempat anak Sagung Ayu Oka lahir di Jembrana-Bali. Kemudian
beserta keluarganya Sagung Ayu Oka pindah ke Sulawesi Selatan. Sagung Ayu Oka
meninggal dan dimakamkan di Bantaeng, Sulawesi Selatan dan sampai kini makam
dia dirawat dengan baik oleh pihak gereja.
Raja I Gusti Ngurah Agung (Raja Tabanan XXI) juga mempunyai
putera dari istri yang lainnya dan tetap tinggal di Puri Dangin Tabanan[9],
sebagai berikut :
1. I Gusti Ngurah
Anom ( Sekarang keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan), berputra :
1. I Gusti
Ngurah Ketut
2. I Gusti
Ngurah Alit
3. I Gusti
Ngurah Made
4. Sagung Oka
(Kawin ke Puri Anom)
5. Sagung
Nyoman (Kawin ke Jro Oka di Jegu)
6. I Gusti
Ngurah Gde Wisadnya
7. I Gusti
Ngurah Agung
2. I Gusti Ngurah
Putu Konol ( Sekarang keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan di Jegu),
berputra :
1. I Gusti
Ngurah Oka
2. I Gusti
Ngurah Gde Sasak
3. Sagung
Putri
4. Sagung
Putra (Kawin ke Puri Dangin Tabanan)
5. Sagung Oka
(Kawin ke Puri Pemecutan /Gede /Agung Tabanan)
3. Ni Sagung Made.
Keturunan dia sekarang tinggal di Puri Dangin Tabanan , yang
dibangun lagi, setelah datang dari Lombok, yang mana lokasi purinya tidak
dibekas area Puri Dangin Tabanan dulu yang telah dihancurkan Belanda. Yang
kemudian selanjutnya menurunkan keluarga-keluarga di Puri Dangin Tabanan dan
Puri Dangin Tabanan di Jegu sekarang
Cokorda Ngurah Ketut, Raja Tabanan ke XXII (1929-1939)
Pada Tahun 1906, Terjadi Perang Puputan Badung dimana Raja
Denpasar I Gusti Ngurah Made Denpasar dan Raja Pemecutan beserta pembesar
pembesar kerajaan tewas dalam perang Puputan Badung, Menyusul kemudian Ida Ratu
Singasana Tabanan I Gusti Ngurah Rai Perang (yang juga bergelar I Gusti Ngurah
Agung Tabanan) yang Nuek Raga di puri Denpasar Badung disertai Putra Mahkota
Tabanan I Gusti Ngurah Gede Pegeg yang tewas dengan jalan meminum sari. Puri
Singasana Tabanan kemudian dijarah dan dihancurkan oleh serdadu Belanda. Putri
putri Raja di Puri Singasana, Sagung Ayu Oka dan Sagung Ayu Putu, kemudian
berpindah ke Puri Anom , dimana tahun 1910 Sagung Ayu Putu menikah dengan I
Gusti Ngurah Anom, bertempat di Puri Anom saren Taman (sekarang disebut Puri
Anom Saren Kawuh) dan Sagung Ayu Oka menikah dengan Arthur Maurits Cramer,
seorang Klerk Kontrolir berkebangsaan Belanda pada tahun 1912. Putra Putra Raja
di Puri Dangin dan saudara dekat Raja di Puri Mecutan dan Puri Denpasar
kemudian diasingkan ke Lombok. Puri Dangin, Puri Denpasar, Puri Mecutan dan
lainnya kemudian di ratakan dengan tanah.
10 Tahun kemudian mereka semua dikembalikan ke Tabanan.
Belanda kemudian membentuk suatu daerah otonomi yang dipimpin oleh seorang Self
Bestur, daerah otonomi ini disesuaikan dengan pembagian kerajaan-kerajaan
sebelumnya. Untuk Tabanan dan Badung Self Bestur diberi gelar Ida Cokorda,
Gianyar Ida Anak Agung dan sebagainya. Dalam rangka memilih Kepala
Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari
beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang
bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah
mempertimbangkannya, Pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan oleh pemerintah
Belanda, sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti
Ngurah Ketut, putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan,
Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan.
Selanjutnya Dia membangun kembali Puri beserta Pura Batur
Kawitan Betara Arya Kenceng ( Piodalan pada hari Wrespati/Kamis Umanis Dungulan
) di area bekas letak Puri Agung Tabanan yang telah dihancurkan Belanda. Karena
adanya keterbatasan saat itu, luas area yang digunakan dan jumlah bangunan adat
yang didirikan tidak seperti yang semula.
Pada tanggal 1 Juli 1938 Tabanan menjadi Daerah Swapraja,
Kepala Daerah Swapraja tetap dijabat oleh I Gusti Ngurah Ketut ( dari Puri
Mecutan Tabanan ), kemudian Dia dilantik / disumpah di Pura Besakih pada Hari
Raya Galungan tanggal 29 Juli 1938 dan Mabiseka Ratu bergelar Cokorda Ngurah
Ketut, dilihat dari urutan Raja Tabanan, dia adalah Raja Tabanan ke XXII 1938
s/d 1944.[11]
Berputra :
1. I Gusti
Ngurah Gede
2. I Gusti Ngurah Alit Putra
3. I Gusti
Ngurah Raka
4. Sagung Mas
5. I Gusti
Ngurah Agung
selanjutnya digantikan oleh putra sulungnya bernama I Gusti
Ngurah Gede , bergelar Cokorda Ngurah Gede .
Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan ke XXIII (Maret 1947 s/d
1986)
Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda
Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja
Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan dia menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun
1950, tempat tinggal Dia disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan / Puri
Pemecutan Tabanan.
Dia berputra :
1. Sagung
Putri Sartika
2. I Gusti
Ngurah Bagus Hartawan
3. Sagung Putra
Sardini
4. I Gusti
Ngurah Alit Darmawan
5. Sagung Ayu
Ratnamurni
6. Sagung
Jegeg Ratnaningsih
7. I Gusti
Ngurah Agung Dharmasetiawan
8. Sagung
Ratnaningrat
9. I Gusti
Ngurah Rupawan
10. I Gusti
Ngurah Putra Wartawan
11. I Gusti
Ngurah Alit Aryawan
12. Sagung
Putri Ratnawati
13. I Gusti
Ngurah Bagus Grastawan
14. I Gusti
Ngurah Mayun Mulyawan
15. Sagung Rai
Mayawati
16. Sagung
Anom Mayadwipa
17. Sagung Oka
Mayapada
18. I Gusti
Ngurah Raka Heryawan
19. I Gusti
Ngurah Bagus Rudi Hermawan
20. I Gusti
Ngurah Bagus Indrawan
21. Sagung
Jegeg Mayadianti
22. I Gusti
Ngurah Adi Suartawan.
Selanjutnya digantikan oleh I Gusti Ngurah Rupawan ,
Mabiseka Ratu 21 Maret 2008 bergelar Cokorda Anglurah Tabanan .
Cokorda Anglurah Tabanan Raja Tabanan ke XXIV (2008-....)
Dari tanggal 21 Maret 2008
Cokorda Anglurah Tabanan berputera :
1. Sagung Manik
Vera Yuliawati
2. I Gusti Ngurah
Agung Joni Wirawan
3. Sagung Inten
Nismayani
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Babad_Arya_Tabanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar