Selasa, 26 Maret 2019

BABAD SHRI NARARYA KRESNA KEPAKISAN



Shri Nararya Kepakisan adalah salah satu nama klen atau keturunan keluarga yang berada di Bali. Semua keturunan dari Shri Nararya Kresna Kepakisan ini menyebar di seluruh Kabupaten dan Kota di Bali. Seluruh Prati Sentara atau keturunan dari Shri Nararya Kresna Kepakisan bersatu dan mendirikan sebuah pura Dalem Agung Kawitan yang terletak di, Banjar Dukuh, Gelgel, Kabupaten Klungkung. Di pura yang memiliki hari piodalan pada Saniscara, Kuningan inilah seluruh pratisentana Shri Nararya Kresna Kepakisan berkumpul dan mengetahui babad dan asal mula keberadaan leluhur mereka. Berdasarkan hasil seminar Lelintihan Pasemetonan Pratisentana Shri Nararya Kresna Kepakisan di Hotel Dwi Karya Denpasar pada tanggal 10 – 11 Februari 2001 maka disusunlah sebuah babad dalam sebuah buku yang dicetak sebagai informasi mengenai asal mula keberadaan keturunan Shri Nararya Kresna Kepakisan di Bali.

Shri Nararya Kresna Kepakisan adalah seorang patih pertama di Bali setelah Bali dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Shri Nararya Kresna Kepakisan yang memiliki nama asli Shri Sastrajaya datang ke Bali pada tahun 1352 masehi atau 1274 saka. Berikut adalah kutipan isi buku babad Shri Nararya Kresna Kepakisan 32a yaitu :
Hana wit asodara, ngka hana hulun praya inutus sutanira Dangiang Kepakisan dhatengeng Bali, tar waneh sira suta kacatur dane Mpu Tantular, nga, Mpu Angsoka Natha, wit sangkyeng Brahma Wangsa, samangkana hatur inghulun paduka hyang prabhu. Apa matangnia sira Ki Patih Gajah Maddha inutus Dangiang Kepakisan mungsya Bali, pan sira mula wit purohitania. Wantunen mwah katha samangke, hana sira Dangiang Kepakisan ngarania, panditha paramartha sira, sira kanggeh sudhamaninira Liman Maddha, aputra pwa wijileng sela, riwolihira surya sewana, stulanira mpu tapsari, yata kanggeh stri denira, aputra catur diri, jalu trini, stri sawiji, yata tinur dera Maddha anakradhala, tinda dera sang kanggeh prameswara bija, …..
Artinya :
Ada hubungan persaudaraan, keinginan hamba untuk mengutus putra Dangiang Kepakisan datang ke Bali yang merupakan putra ke empat dari Mpu Tantular berasal dari Brahma Wangsa, demikian hatur hamba sang prabu. Apa sebabnya Ki Patih Gajah Maddha mengusulkan mengutus Dangiang Kepakisan datang ke Bali karena beliau sesungguhnya adalah guru kerohaniannya. Tersebutlah sekarang Dangiang Kepakisan namanya seorang panditha paramartha (paramartha=kebenaran sempurna) dan juga guru kerohaniannya patih Gajah Maddha, Dangiang Kepakisan berputra empat orang yang diperoleh dari melakukan surya sewana pada sebuah batu yang konon sebuah bidadari yang terkena kutukan, itulah dianggap sebagai istrinya. Putra beliau tiga laki-laki dan seorang perempuan, keempat itulah yang ditugasi oleh Ki Patih Gajah Maddha sebagai penguasa wilayah yang dianggap sebagai anaknya,


Dalam kutipan babad tersebut diceritakan Patih Gajah Mada memohon kepada Tribuanatunggadewi yang sebagai raja Majapahit pada waktu itu, agar memerintahkan putra Dangiang Kepakisan agar datang ke Bali untuk mengamankan keadaan pulau Bali. Kondisi pulau Bali pada saat itu masih kacau karena masyarakat bali terus saja memberontak para prajurit majapahit yang telah berhasil menaklukkan Bali. Raja Bali pada saat itu yaitu Dalem Bedahulu dengan patihnya Ki Pasung Grigis dan Kebo iwa telah dikalahkan oleh kerajaan Majapahit. Raja yang telah terbunuh dan patih Pasung Grigis ditahan ke Majapahit. Bali yang telah menjadi kekuasaan kerajaan Majapahit tidak ada yang memerintah, maka diutuslah putra ke empat Dangiang Kepakisan untuk mengatur pemerintahan di Bali yang dikenal dengan nama Dalem Ketut Shri Kresna Kepakisan.
Berikut juga kutipan dari buku babad Shri Nararya Kresna Kepakisan 32b yaitu :
Sang matuha andriyeng Blambangan, sang ari sumendi ing Pasuruan, sang raja putri ngka haneng Sumbawa, sang kapitut i wekas sira sinuruh ing Bali Aga, ngka sira Ki Patih Gajah Maddha uminta rikahananira Dangiang Kepakisan, matemahan tar piwal sira Dangiang, maluy sutanira kacatur ika ginentosaken wangsania, sakeng Brahmana mangdadya Ksatria, ri sampun pinula pali, sigra sutanira ika lumayat mungsya lungguhira swang. Ri saka 1274 duking mangkana sira Ki Patih Gajah Maddha, angutus sira sutanira Aryeng Kedhiri, nga, Shri Sastrajaya cicitira Shri Jayasabha dhatengeng Bangsul, ri sampun hana haneng Bali, kadinatah sira inaranan Shri Nararya Kresna Kepakisan, kang umadeg patih agung. Wasitenen mangke sira kang umadeg Adhipati mwang patih agung mula wit sangkyeng pradesa Pakis….
Artinya :
Yang paling tua di Blambangan, adiknya di Pasuruan, sang Raja Putri di Sumbawa dan yang paling kecil di Pulau Bali. Untuk itu Ki Patih Gajah Maddha memohon ketulusan dan sih dari Dangiang Kepakisan, atas permintaan Ki Patih Gajah Maddha yang demikian itu beliau Dangiang Kepakisan mengabulinya, karena kesepakatan telah tercapai maka keempat putranya itu diubah status warnanya (wangsanya) dari wangsa Brahmana menjadi wangsa Kesatria dan setelah diupacarai sesuai dengan adat dan tradisi yang berlaku, maka segera keempatputra Dangiang Kepakisan itu menuju wilayah kekuasaannya seperti tersebut diatas. Selanjutnya pada tahun saka 1274 (tahun 1352 masehi) Ki Patih Gajah Maddha mengutus putra Aryeng Kediri atau Shri Sastrajaya yaitu cucu dari Jayasabha datang ke pulau Bali. Setelah Shri Sastrajaya ada di pulau Bali lebih dikenal dengan sebutan Shri Nararya Kresna Kepakisan yang selanjutnya berkedudukan sebagai patih agung. Tersebut yang menjadi adipati dan patih agung berasal dari desa pakis.

Dalam kutipan buku babad diatas, menerangkan bahwa setelah Dangiang Kepakisan yang sebagai guru kerohanian raja Majapahit dan juga guru kerohanian Patih Gajah Maddha menyetujui keempat anaknya menduduki beberapa daerah kekuasaan kerajaan Majapahit, maka keempat anaknya tersebut diganti wangsanya dari Brahmana menjadi Kesatriya. Anak Dangiang Kepakisan yang keempat ditugaskan di Bali yang dikenal dengan gelar Dalem Ketut Kresna kepakisan dan pada tahun 1352 masehi Shri Sastrajaya ditugaskan oleh Patih Gajah Maddha sebagai patih agung mendampingi Dalem Ketut Shri Kresna Kepakisan. Sejak itulah Shri Nararya Kresna Kepakisan berada di Bali dan meneruskan keturunannya di Bali.
Berikut juga kutipan buku babad 33a yaitu :
Kathakna mangke duk unikala, ri pantaraning saka warsha 1274, adhipati Bali Pulina, kang abhiseka Dalem Ketut Shri Kreshna Kepakisan, sira mundering Bali Pulina, kang kinabih de sira Shri Nararya Kresna Kepakisan, kang karatonira ngka haneng Samprangan. Tar simpang sira dening bhusananing kaprabon mwang sikep kadga Ki Ganja Dungkul, nga, Si Jangkung Mungilo mwang karatala, nga, Si Olang Guguh. Caritanen mangke sira Shri Nararya Kresna Kepakisan unggwanira haneng pradesa Nyuhaya papareng lawan arya Wangbang Pinatih kang madeg Dhemung. Ri sandakala Dhalem Ketut Shri Kresna Kepakisan, maka catranikang bhuwana Bali, sira kinabih dening pararya,
Artinya :
Dijaman dahulu yaitu tepatnya pada tahun saka 1274 (tahun 1352 masehi) Adhipati Bali yang bergelar Dalem Ketut Shri Kresna Kepakisan sebagai penguasa Bali dengan keratonnya di Samprangan yang didampingi oleh patih agungnya yaitu Shri Nararya Kresna Kepakisan. Dengan perlengkapan bhusana kebesaran kerajaan serta pajenengan berupa keris Ganja Dungkul yaitu Si Jangkung Mangilo dan sebuah tombak Si Olang Guguh. Shri Nararya Kresna Kepakisan tinggal di daerah Nyuhaaya bersama dengan arya Wang Bang Pinatih yang berkedudukan sebagai Dhemung (jabatan setingkat mentri), tatkala beliau Dalem Ketut Shri Kresna Kepakisan sebagai penguasa Bali Beliau juga dibantu oleh para arya dalam menjalankan pemerintahannya.
Demikian kutipan beberapa teks dari buku babad Shri Nararya Kresna Kepakisan yang menjadi dasar pedoman keberadaan keturunan Shri Nararya Kresna Kepakisan yang berada di Bali. Semoga keterangan ini dapat memberikan kemantapan pada semua preti sentana atau keturunan Shri Nararya Kresna Kepakisan dan mengetahui asal mula keberadaan leluhur kita.

Daftar Pustaka : Buku Babad Shri Nararya Kresna Kepakisan, oleh Pengurus Pusat Pasemetonan Pratisentana Shri Nararya Kresna Kepakisan 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar